Sederhananya kami para pria
Februari 17, 2012 6 Komentar
Ini hanyalah tulisanku. Tulisan yang kurasakan sejak pertama kali mengenal dirimu. Aku tidak tahu bagaimana perasaan kaumku. Tapi aku tahu mereka hampir sama denganku. Ini bukanlah curahan hati, tapi kenangan saat bersamamu dulu hingga kini. Mungkin sebagian kami telah berpisah, tapi kisah ini akan selalu terulang tanpa pandang usia.
Saat pertama kali kau bertanya, “Dimana? Sama siapa? Berbuat apa?’, kami, para pria sebenarnya sangat senang tiada tara. Kami bahkan tersenyum sendiri saat kau menelepon ataupun SMS kepada kami. Kami senang karena kamu begitu mencintai, kami senang karena kamu takut kehilangan kami. Dalam logika kami, kamu begitu peduli. Dan dalam logika kami lagi kamu bahkah lebih peduli daripada kami 3 kali. Buktinya kamu bertanya 3 pertanyaan yang sama hampir setiap hari.
Percayalah, kami sangat senang sekali. Tapi, kami ini para lelaki, gengsinya setinggi menara Turki, mengarang cerita kamu jatuh cinta setengah mati padahal itu semua hanya mimpi. Saat kami didepan sahabat-sahabat kami, kami pura-pura tidak peduli. Kami pura-pura menghindari. Tapi percayalah, kami bukan bermaksud melukai, hanya saja inilah kami para laki-laki yang dibuat dari susunan tulang gengsi dan daging sombong diri.
Saat pertama kali kamu kesal kami terlambat datang menjemput, kami sebenarnya senang sekali. Wajahmu yang cemberut bagi kami manis sekali. Bahkan kami kadang-kadang iseng membuatmu cemberut hanya ingin melihatmu dengan wajah itu sekali lagi. Kami tahu kamu pasti lelah menunggu, kami tahu kamu pasti kesepian karena rindu.
Tapi percayalah, rindu kami melebihi rindumu, bahkan dalam perjalanan hendak menjemputmu kami tersenyum sendiri. Kami tak peduli dibilang sinting, kami tidak peduli dibilang pamer gigi, bahkan kami tetap tersenyum gigih saat ditangkap polisi karena dikira orang gila bawa motor sambil bernyanyi. Yang penting bagi kami sekarang adalah kami sedang pergi menjemput pujaan hati.
Saat pertama kali kamu membuatkan kami masakanmu, walaupun gosong dan hitam pekat tak utuh, kami dengan senang hati mencicipi karyamu. Kami tidak ingin kamu kecewa. Kami tidak ingin kamu sedih. Karena dalam logika kami, kamu sudah membuatnya dengan penuh kasih dan mungkin setengah mati.
Dulu kamu yang tidak tahu yang mana panci, hanya untuk pujaan hati kamu membuatnya sepenuh hati. Rasa hangus masakanmu, terhapus oleh kristal-kristal peluh wajahmu. Rasa keasinan masakanmu menjadi manis melihat senyumanmu. Apapun rasa masakanmu tidak kami peduli walaupun hasilnya besok pagi kami harus terbaring lemah dikasur dengan infus ditangan kiri
.
Saat pertama kali kamu bermain kerumah. Kami senangnya tiada tara. Kami yang diancam pakai parang supaya kamar jangan berantakan tidak pernah kami hiraukan, tapi hanya satu kata bahwa kamu akan datang, satu rumah, dapur dan perkarangan bersih berkilauan. Bahkan rumput dan ilalang pun kami tebang.
Baju-baju kusut yang tak tersetrika, kini menjadi baru seperti hadiah raja. Rambut gondrong kayak hutan belantara, jadi model rambut para artis Korea. Gara-gara kelakuan kami, orang tua kami kadang sampai kebingungan. Apakah anaknya yang kesurupan ataukah mereka yang sudah dekat kematian. Tapi kami tidak peduli. Asal kamu datang kami sudah senang sekali.
Saat pertama kali kau mengecup pipi, rasanya hati ini hendak melompat lari. Tapi untung ada urat-urat gengsi yang mengikat seperti tali. Kamu yang dengan segenap keberanianmu mengecup pipi kami, kamu yang tersipu mengungkapkan sayang pada kami, melihatnya saja kami sudah hampir tidak sadarkan diri. Kamu manis sekali.
Tapi dasarnya kaum kami, demi gengsi kami adem-adem sari. Tapi setelah mengantarmu pulang kerumah. Saat berpamitan denganmu sudah. Kami pulang dengan kecepatan lari Cheetah seribu kali hanya supaya bisa menikmati menit-menit terakhir kecupan dipipi. Bahkan kami kadang tidak cuci, supaya terbawa kealam mimpi.
Saat pertama kali menerima hadiah ultah kami. Tahukah mengapa kami tidak merawatnya dengan baik? karena bukan hadiahnya yang kami peduli, tapi saat-saat kamu memberi. Memang kesannya kami ini egois, mungkin bagimu ini terlihat tragis, tapi hadiah dan kenanganmu selalu yang termanis.
Memang sebagian dari kami ada yang menjaganya. Tapi cobalah bertanya, kapan kamu memberinya, kapan tanggal kami menerimanya, dan kamu akan terkejut kenapa kami bisa melupakannya. Tapi, jangan dulu marah. Coba tanyakan bagaimana waktu itu rasanya, coba tanyakan bagaimana aku mendapatkannya, kamu akan terkejut juga bagaimana kami menjelaskannya.
Ya, inilah tulisanku sebagai pria. Mewakili logika para pria. Aku menulis dengan kata “kami” karena kami semua hampir berpikiran sama. Memang ada yang biasa, ada pula yang hiperbola bahkan ada yang tidak masuk logika. Tapi itulah kami apa adanya. Saat menyukai seorang wanita, kami rela memberikan sayap padamu supaya terbang kesurga, tapi kenyataanya kami juga ingin masuk surga.
Ini hanyalah ceritaku tentang pertama kali, aku tidak ingin cerita bagaimana yang kedua kali apalagi yang ketiga kali. Aku hanya ingin mengenang yang enak dihati, aku hanya ingin kenangan indah selalu terpatri walaupun nantinya akan menjadi basi ataupun pemain utamanya telah berganti.
Akhir kata menutup cerita. Padamu wanita janganlah marah. Ini hanyalah cara kami bercinta. Memang kami sering salah, maafkan kami sering memberi duka, tapi kami melakukannya bukan karena sengaja. Kami hanya belum tahu aturan memperlakukan wanita. Kami hanya bingung membaca keinginan wanita. Tapi percayalah, saat kamu berurai air mata, kami dihati menanggis darah.